Informasi Apa Saja Sebagai Sharing Pengetahuan dan Pandangan Hidup

Breaking

Rabu, 19 Oktober 2016

Slokantara 1

SLOKANTARA 1
Penjelasan :

Brahmacari artinya masa menuntut ilmu, Dalam masa menutut ilmu hendaknya kita selalu berusaha dan belajar untuk mengisi diri kita dengan hal-hal yang positif dan bermanfaat dan membentuk diri menjadi mandiri, dewasa dan paripurna.
Berdasarkan  jenisnya, brahmacari dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu : Sukla Brahmacari, Sewala Brahmacari, Sewala Brahmacari dan Kresna Brahmacari.  Penjelasannya adalah sebagai berikut…
1. Sukla Brahmacari artinya tidak beristri seumur hidupnya.
2. Sewala Brahmacari artinya monogamy atau beristri satu dan tidak beristri lagi, meski istrinya sudah meninggal.
3. Kreshna Brahmacari artinya boleh beristri lebih dari satu maksimal empat, mungkin karena istri sebelumnya meninggal, istri (maaf) ada sakit tertentu sehingga dalam waktu lama tidak bisa menjalankan kewajibannya, dan atau istri mengizinkan menikah untuk lagi, serta suami mesti siap untuk berlaku adil kepada istri-istrinya.
Kresna-Brahmacari, ngaran-ira : marabou papat ta. Nghing hinganya tan parabi mwah. Siyapa kari pinaka darsaneng loka mangkana? Sang Hyang rudra sira pat dewi nira: Huma, Gangga, Ghori, Durga. Nahan dewi Catur-Bhagini tiniru de sang Kresna-Brahmacari. Ndan wruha ta sireng kaladesa ning stri sanggama. Mangkana karma sang brahmacari Sowang-Sowang”.
Maknanya :
Kreshna-Brahmacari bermakna Beristri maksimal empat dan tak beristri lagi, dalam hal ini Sang Hyang Rudra atau Dewa Rudra yang beristri empat dewi, yaitu : Huma, Gangga, Ghori, Durgga yang dijadikan pedoman bagi yang melaksanakan Kresna-Brahmacari, serta mengetahui pertimbangan tempat dan waktu dalam melakukan senggama kepada istri-istrinya. Mengenai kreshna brahmacari sebenarnya bukan dibatasi maksimal empat istri, namun bagi yang melaksanakan kreshna brahmacari disarankan sebaiknya maksimal empat saja agar sesuai dengan sang hyang rudra atau dewa rudra yang beristri empat dewi, yang dijadikan pedoman bagi yang melaksanakan kreshna brahmacari.

Mengenai ketiga brahmacari tersebut, mana yang paling baik? Tidak ada yang lebih baik dan tidak ada yang lebih tinggi nilainya, karena semuanya sama-sama baik dan semuanya sama-sama tinggi nilainya sesuai tujuannya masing-masing, namun lebih disarankan sebaiknya untuk memilih yang Sewala Brahmacari  saja.

Wratisasana
Penjelasan :
Berdasarkan Sloka dari Lontar Wrati Sasana mengenai Brahmacari juga bermakna sebagai masa belajar dan juga dibedakan menjadi 3 bagian, namun istilahnya berbeda, yaitu
1. Sukla brahmacari artinya artinya tidak beristri dari anak-anak sampai datang ajalnya.
2. Kreshna brahmacari
Kreshna brahmacari artinya tidak menyentuh wanita selama mengabdi kepada guru, karena takut dipecat, melaksanakan kagurususrusan, bhakti kepada guru, berhasrat memahami ajaran kependetaan dan mengusahakan sampai selesainya semua pengetahuan, maka sang wiku menguasai ilmu logika, tata bahasa, ilmu perbintangan, segala macam perintah agama, setelah dewasa menyiapkan diri untuk hidup berkeluarga, ia hanya beristri satu, tidak beristri lagi bila istrinya meninggal, yang demikian itulah kresna brahmacari namanya”.
Maknanya, Kreshna Brahmacari berarti ia hanya menikah sekali seumur hidupnya dan tidak beristri lagi meski istrinya sudah meninggal.
3. Sawala Brahmacari
"Sawalabrahmacari ialah tak beristri waktu masih berguru, ketika sudah hidup berumah tangga, ia beristri lagi sekehendak hatinya, tujuannya ialah suapaya banyak mempunyai anak, ia memahami puja sanggama dan pertimbangan waktu dan tempat, dan tahu istri yang layak sebagai yang menyertainya mengembangkan anak-anak sebagai keturunannya, dan iapun mempunyai selir yang menyertainya untuk mendapatkan anak, bila istri pendampingnya bertingkah laku yang baik tanda ia benar-benar tahu menyertai pada waktu melakukan sanggama dan pada waktu menghindari sanggama ia tidak tenggelam dalam sanggama, sebab ia memahami bahayanya diperbudak oleh nafsu, karena bila sampai dikuasai kemelekatan pada istri akan mengakibatkan kamadosa, dosa karena nafsu. Dari nafsu muncul amarah, dari amarah muncul loba, dari loba muncul bingung, dari bingung muncul mabuk, dari mabuk muncul irihati lalu membunuh, itulah sebabnya dikendalikannya nafsu itu, terlebih-lebih nafsu kepada wanita, tidak diturutinya nafsu kemelekatan kepada wanita, seperti agamyagamana, bila demikian pikiran akan tenggelam dalam keasyikan yang mengakibatkan paradara, bisa-bisa agamyagamana, bisa-bisa mengawini istri guru. Agamyagamana artinya memperistri yang tidak boleh dijadikan istri seperti ibu, anak, cucu, keponakan, saudara dan besan, itulah yang dijadikan istri oleh orang yang agamyagamana. Paradara artinya memperistri istri orang lain"
Maknanya :
 Sawalabrahmacari artinya ia tidak beristri ketika masih berguru (sekolah atau menempuh pendidikan), namun ketika memasuki masa berumah tangga, ia beristri banyak agar mendapatkan banyak keturunan, ia memahami puja senggama(berdoa kepada tuhan dalam ketika ingin melakukan senggama, serta memahami bagaimana melakukan senggama), serta mampu mengatur tempat dan waktu dengan baik dalam berhubungan kepada istri-istrinya, dan dari semua istrinya itu ia memiliki istri pendamping atau istri yang mewakili istri-istrinya tersebut pada saat acara pertemuan dan dari istrinya yang mewakilkan tersebut bisa istrinya yang mana saja, tidak mutlak istri yang itu saja, kemudian bersama istri-istrinya itu bersama-sama dalam membesarkan anak-anaknya dan dari semua istrinya itu ia mengetahui istri yang mana yang anaknya akan menjadi pewaris utamanya, kemudian ia memiliki selir’(selir tersebut adalah istri juga) yang juga untuk mempunyai anak juga, bila istri-istrinya tersebut merasa puas dan memperlakukannya dengan baik, artinya ia sudah benar dalam membagi waktu untuk bersama istri-istrinya, meskipun banyak istri, namun tidak boleh berdasarkan nafsu, artinya meski beristri banyak namun ia menikah dan berhubungan bukan karena mengikuti nafsu dan meski beristri banyak, namun ia tidak mau diperbudak oleh nafsu artinya ia hanya berhubungan pada waktu yang sudah ditentukan, kapan mestinya ia melakukan senggama dan kapan semestinya tidak melakukan senggama, kapan berhubungan dengan istri yang pertama, kedua, dst ia ikuti ketentuan pertimbangan waktu dalam melakukan senggama itu dengan baik, meski beristri banyak, namun ia tidak mau diperbudak oleh nafsu, namun ia hanya melakukan senggama hanya mengikuti ketentuan pertimbangan waktu senggama bersama istri-istrinya tersebut, jadi nafsunya benar-benar dikendalikan dengan baik, sebab bila nafsu tidak dikendalikan dengan baik terutama nafsu kepada wanita, bisa mengakibatkan ia lupa diri, dan karena ia lupa diri, sehingga ia bisa memperistri yang tidak pantas dijadikan istri seperti ibu kandung, anak kandung, cucu kandung, keponakan, dan saudara kandung serta memperistri istri yang masih menjadi status istri orang lain, demikianlah jadinya bila nafsu terutama nafsu kepada wanita tidak dikendalikan dengan baik, sehingga bisa melupakan tugas dan kewajiban lainnya yang lebih penting. Meski dalam hal ini tidak ada ketentuan mengenai batasan jumlah istri, namun karena diperbudak nafsu dan tidak bisa mengendalikan nafsunya dengan baik, sehingga ia menjadi tidak bisa menentukan jumlah istri, karena motivasinya menikah adalah karena mengikuti nafsu yang mengakibatkan lupa diri, padahal mengenai jumlah istri, jika bukan karena nafsu tentunya ia bisa menentukan jumlah istri, karena tanpa nafsu(nafsu yang terkendali) ia bisa mempertimbangkan jumlah istri, seberapa mampunya ia mengurusi istri untuk selamanya dan meski banyak istri namun ia hanya berhubungan berdasarkan pertimbangan waktu saja, kapan semestinya melakukan senggama dan kapan tidak, kapan semestinya ia berhubungan dengan istri yang pertama, kedua, dst. Sehingga pikirannya tidak terfokus pada keinginan senggama saja, dan tetap melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan baik.

Jadi, sudah jelas berbeda antara orang yang mengikuti nafsu dan tidak bisa mengendalikan nafsu dengan orang yang banyak istri. Karena orang yang mengikuti nafsu-tidak bisa mengendalikan nafsu dengan baik belum tentu banyak istri, tapi bisa saja istrinya satu, namun banyak punya selingkuhan dari wanita manapun dan motivasinya dalam berhubungan senggama hanya mengikuti nafsu birahi saja, tanpa mempertimbangkan tempat dan waktu yang baik dalam senggama dan dengan selingkuhannya hanya sekedar bertemu untuk senggama saja, sedangkan orang yang banyak istri belum tentu bernafsu dan belum tentu ia tidak bisa mengendalikan nafsu dengan baik, karena ia menyadari bahwa mengurusi banyak istri tidaklah mudah dan bukan untuk ketemu senggama saja, namun banyak tugas dan kewajiban lain yang mesti dipenuhi untuk masing-masing istri sehingga pikirannya tidak fokus pada mengikuti keinginan senggama saja dan tidak mencari selingkuhan, karena ia sudah merasa puas dengan istri-istri-nya dan menyadari bahwa tidaklah mudah mengurusi banyak wanita, sehingga ia merasa enggan untuk berselingkuh, sehingga ia tetap fokus pada tugas dan kewajibannya yang utama, serta mengikuti dengan baik ketentuan dalam pertimbangan waktu untuk bersama istri-istrinya, kapan saatnya bersama istri yang pertama, kedua, dsb dan kapan saatnya senggama dan kapan saatnya tidak senggama, semua ketentuan itu ia ikuti dengan baik. Jadi, meski banyak istri, namun tidak berdasarkan nafsu!!

                Dari ketiga jenis brahmacari menurut Wrati Sasana tersebut tidak ada yang lebih baik karena semuanya sama-sama baik dan sama-sama tinggi nilainya menurut tujuannya masing-masing!!

Manava Dharmasastra
Penjelasan :
Sloka no. 14 bermakna dan mengacu juga pada pernikahan se-varna, bahwa seorang brahmana boleh beristri empat, dengan  ketentuan harus mengawini wanita brahmana sebagai istri pertama dan baru boleh mengawini istri kedua, ketiga dan keempat dari tiap-tiap warna berikutnya bila dikehendaki.


Parasara Dharmasastra
Penjelasan Sloka no. IV.26 bahwa seorang wanita boleh melakukan poliandri/mengambil suami yang kedua dengan 5 ketentuan yaitu, bila suaminya yang pertama selalu berbuat semena-mena, suami pertama meninggal, mati, menjadi pertapa, kehilangan kejantanan atau turun derajatnya.
misalkan :
1. Seorang istri memiliki suami yang (maaf) impoten, sehingga boleh mengambil suami yang kedua.
2. Seorang istri memiliki suami yang GAY atau WARIA, jadi masuk dalam point Parasara Dharmasastra yaitu kehilangan kejantanan dan bebuat semena-mena, sehingga istri yang memiliki suami GAY atau WARIA tersebut boleh mengambil suami yang kedua.

NB:  Sloka ini juga bisa juga untuk pria beristri hanya saja  tinggal ketentuannya yang dibalik, seperti istri pertama semena-mena, mati, menjadi pertapa/ pergi namun tak pernah kembali, dsb. Sehingga jika demikian keadaannya boleh mengambil istri yang kedua!!

Demikian penjelasan mengenai Sloka-Sloka dari Lontar Slokantara dan Wrati Sasana, serta Sloka-Sloka dari Kitab Manava Dharmasastra atau Veda Smerti dan Kitab Parasara Dharmasastra (Dharmasastra untuk Zaman Kali), Semoga Bermanfaat.

Suksma


2 komentar:

Adbox