Bisakah beragama hindu tanpa ritual dan tanpa sesajen/sarana prasarana dan tanpa objek arca?
Jadi sekarang sudah ada yang namanya "Hindu Modern Concept", dimana beragama hindu tanpa ritual, tanpa sesajen, tanpa tempat ibadah, tanpa sarana dan prasarana apapun dan tanpa objek pemujaan kepada patung, dimana prakteknya lebih menitikberatkan kepada latihan kesadaran diri untuk berbuat kebajikan dan menjadi baik demi mencapai suatu pencerahan dharma.
Jadi, The New Hindu Modern Concept sangat mudah dipelajari dan dipraktekkan oleh siapapun dan dimanapun dan dari latar belakang manapun,
Mengapa bisa demikian?
Mari kita lihat pada tri kerangka dasar agama hindu, yaitu :
1. Tattwa (Filosofi)
2. Susila (Moralitas)
3. Ritual/Etika (Upacara)
jadi penjabarannya adalah sebagai berikut,
A. Filosofi adalah menguraikan berbagai konsep mengenai ketuhanan, dewa, bhatara, leluhur, atman, jiwa, teori reinkarnasi, teori surga dan neraka, dan teori alam semesta dan berbagai teori kehidupan lainnya. Dan dari teori-teori itu ada beberapa yang penjabarannya berupa cerita, namun yang dicari adalah inti dari cerita itu yang kemudian dikemas secara logis.
B. Susila adalah praktek kemoralan, jadi ini sebenarnya adalah sebuah rangkuman berupa rumus-rumus yang disusun oleh para maha rsi atau para guru zaman dulu berupa sebuah tuntunan-tuntunan dan pedoman mengenai bagaimana menjalani hidup, dimana point-point dan pokok-pokok tuntunan itu untuk selalu diingat dan dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai sebuah latihan diri dan latihan kemoralan, serta latihan pengendalian diri sehari-hari.
C. Ritual adalah termasuk juga etika dan disebut juga upacara, dimana definisi "Upacara" tersebut adalah cara untuk menghubungkan diri kepada Sang Hyang Widhi atau Tuhan Yang Maha Esa beserta manifestasinya kemudian kepada para leluhur. Jadi, dalam hal upacara dan ritual ini tidak selalu mesti menggunakan sesajen/sarana seperti bunga, buah, air dan dupa serta sesajen-sesajen lainnya, melainkan itu hanya sebagian kecil dari ritual, selebihnya ritual itu adalah praktek moralitas sehari-hari, selain itu sembahyang juga termasuk ritual, dsb.
Berawal dari filosofi dimana Tuhan, Dewa dan Leluhur tidak pernah meminta apapun kepada kita dan juga filosofi bahwa Yadnya itu bukan paksaan, bukan keharusan, bukan ancaman tapi kesadaran, dari dari filosofi tersebutlah dimana dalam hal berupacara boleh tanpa sarana dan prasarana apapun,
Karena merujuk pada catur marga dan catur yoga, yang berarti 4 cara atau 4 jalan untuk menghubungkan diri dengan tuhan, yaitu :
1. Karma Yoga berarti menghubungkan diri kepada tuhan dengan jalan perbuatan
2. Bhakti Yoga berarti menghubungkan diri kepada tuhan dengan jalan bhakti.
3. Jnana Yoga berarti menghubungkan diri kepada tuhan dengan jalan pengetahuan/kekuatan pikiran.
4. Raja Yoga berarti menghubungkan diri kepada tuhan dengan jalan bermeditasi atau melaksanakan yoga.
Dari keempat jalan ini memang tidak ada yang terbaik, namun bisa dipilih salah satu sesuai kemampuan masing-masing. Bagi yang spiritualnya masih tingkat dasar bisa memilih menggunakan bhakti yoga yaitu dengan jalan sembahyang dan menggunakan sarana dan prasarana seperti sesajen dan berbagai ritual, bila yang tingkat spiritualnya semakin meningkat bisa dengan menggunakan hanya inti dari sarana itu saja(bunga,buah, air dan api(dupa)), bila yang spiritualnya lebih tinggi lagi bisa dengan berbuat kebajikan saja, lebih tinggi lagi dengan jalan mempelajari sastra-sastra suci, kemudian yang lebih tinggi lagi dengan jalan bermeditasi dan melakukan yoga dimana dengan kekuatan pikiran mengubungkan diri kepada tuhan dan sang diri.
Intinya disini menjelaskan bahwa apapun yoga atau marga yang dipilih dari keempatnya itu, namun hakekat upacara yang sebenarnya adalah tidak ada keharusan menggunakan sesajen/sarana apapun.
Karena Ritual itu adalah praktek mengenai cara menghubungkan diri kepada tuhan dan tidak mesti menggunakan sesajen, namun dengan jalan selalu mengingat tuhan, mengingat kebajikan dan mempraktekkan kebajikan tersebut sehari-hari sebagai sebuah latihan diri. Sarana dan prasarana serta sesajen dalam ritual hanyalah simbolis saja, namun dalam hal ini yang ditonjolkan adalah praktek dari makna simbol-simbol tersebut sehari-hari sebagai sebuah latihan dharma pengendalian diri sehari-hari.
Sembahyang juga termasuk ritual, namun tidak ada keharusan maupun kewajiban dalam melaksanakan sembahyang tapi sebuah kesadaran, dimana dengan bersembahyang kita sejenak mengubungkan diri kepada tuhan sehingga disana bathin kita merasa lebih lega setelah menghubungkan diri kepada tuhan dengan jalan bersembahyang tersebut. Dalam bersembahyang dibutuhkan perantara yaitu objek berupa patung-patung dan gambar-gambar dewa, namun merujuk kepada sifat tuhan yang "Acintya" yang berarti tak terpikirkan dan tak bisa dipikirkan, dan sifat beliau yang sejatinya tanpa wujud apapun, sehingga objek pemujaan tidak lagi diperlukan.
Jadi, dalam "The New Modern Hindu Concept", sesajen, ritual, sarana dan prasarana, serta objek pemujaan tidak lagi diperlukan.
Menjawab mitos......
1. Jika tidak melakukan ritual atau persembahan kepada dewa, apakah itu dosa?
Tidak dan tidak dosa sama sekali, karena tuhan dan dewa bahkan leluhur tidak pernah meminta apapun kepada umatnya, kemudian juga beliau maha suci dan tidak bisa marah, meski kita tidak mempersembahkan apapun kepada-Nya, beliau tidak akan pernah marah, tidak akan pernah menuntut apalagi mengancam kita agar mau mempersembahkan sesuatu kepada-Nya, tidak ada!!
Karena dalam "The New Modern Hindu Concept" yang kita persembahkan adalah selalu ingat kepada-Nya, mengingat ajaran-Nya, dan mempraktekkan ajaran dharma sehari-hari sebagai sebuah latihan pengendalian diri, kemudian juga sikap suka beramal/berdhana/dhana punia yang juga dilakukan dan itu semua adalah wujud persembahan kita kepada tuhan, dewa dan leluhur yang kita persembahkan dengan tulus-ikhlas dalam artian kita selalu belajar untuk selalu ingat nilai-nilai kebajikan itu dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian mempelajari sastra suci juga termasuk ritual, kemudian bermeditasi dan beryoga juga termasuk ritual, saling tolong-menolong, selain itu juga dengan membantu bersih-bersih di pura juga termasuk ritual yang penting semuanya itu dilakukan dengan tulus sebagai persembahan perbuatan baik kita kepada Tuhan, Dewa dan Leluhur, meski beliau sejatinya tidak pernah meminta.
2. Ada namanya ritual mecaru, dimana mempersembahkan kurban hewan kepada para bhuta-kala, namun jika tidak dipersembahkan apakah itu dosa dan bhuta kala menjadi marah dan menganggu kita?
Tidak dan tidak sama sekali, itu hanya mitos!! Para Bhuta Kala atau makhluk alam bawah tidak pernah meminta apapun kepada kita yang manusia ini selain itu juga bila mereka tidak diberi persembahan, mereka tidak akan protes dan mereka juga tidak akan menjadi kurus bila tak diberikan sesajen atau persembahan dan mereka pun juga tidak pernah mengamuk bila tak diberi sesajen, namun tugas mereka memang menggoda kita sebagai umat manusia, karena bila ingin berbuat kebajikan dan kebaikan memang banyak godaan dan rintangannya. bhuta khala itu tidak selalu bermakna makhluk halus, melainkan bhuta yang berarti tempat dan kala yang berarti waktu, jadi tempat dan waktu yang kadang menjadi halangan bagi kita dalam berbuat kebajikan dan menjadi baik. solusinya ya harus kuat dalam segala keadaan dengan memupuk kesabaran, kerelaan hati, selalu ingat nilai-nilai dharma dalam setiap keadaan dan tetap konsisten untuk mempraktekkan nilai-nilai kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari.
3. Jika tidak melakukan ritual dan upacara, apakah akan terkena bencana sebagai kemarahan tuhan, dewa, leluhur dan bhuta-kala?
Tidak!! Berpikirlah yang logis, janganlah selalu mengaitkan peristiwa dengan hal yang mistik, karena yang namanya lahir-hidup-sakit-mati dan masalah adalah hal yang bisa dialami setiap orang bila sudah waktunya dan juga sebagai sebuah kebetulan. Jadi, adapun terjadi bencana sebenarnya itu adalah seuatu kebetulan, dimana orang yang rajin sembahyang dan berdoa mohon keselamatan dan orang yang rajin beritual pun juga bisa kena bencana. Jadi, tidak ada hubungannya bencana dengan sesajen, ritual dan sembahyang. selain itu tuhan, dewa dan leluhur bukanlah sosok yang pemarah dan suka mengancam, melainkan mereka bersifat maha suci dan tak pernah meminta apapun dari umatnya apalagi mengancam.
4. Jika kita berasal dari suatu daerah dimana di daerah itu ada tradisi-tradisi dan ritual keagamaan, bagaimana kita menyikapinya?
Jadi sudah dijelaskan bahwa tradisi, sesajen dan sarana dan prasarana dalam ritual keagamaan itu sebenarnya adalah kebudayaan dari daerah tsb dan jika di daerah anda ada yang seperti itu, maka diikuti saja karena itu semua adalah kebudayaan di daerah dimana tempat anda berasal, intinya kita mesti menjadi orang yang melestarikan budaya karena budaya adalah jati diri bangsa, dalam artian agar selalu ingat darimana kita berasal.
Jadi, "The New Modern Hindu Concept" ini adalah beragama hindu model baru dimana tetap bersumber pada 3 kerangka dasar agama hindu, yaitu
1. Tattwa (Filosofi)
2. Susila (Kemoralan)
3. Ritual (Upacara)
dimana
1. Tattwa dengan jalan mempelajari filosofi dharma, baik mengenai ketuhanan maupun kehidupan, filosofi kebenaran dan kebijaksanaan, dsb masih banyak lagi.
2. Susila adalah dengan mempelajari dan mengingat nilai-nilai kebajikan tersebut dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai praktek moralitas sehari-hari.
3. Upacara dimana upacara tidak selalu sesajen dan persembahan, karena ritual itu bisa dengan berbuat kebajikan, saling tolong menolong (memupuk rasa solidaritas), mempelajari sastra-sastra suci dan membagikan pengetahuan suci tersebut kepada semuanya (Sharing), sembahyang atau melakukan yoga, dsb semua itu adalah sebuah ritual persembahan yang kita persembahkan kepada tuhan, dewa dan leluhur dengan bhakti yang tulus-ikhlas, meski sejatinya tuhan, dewa dan leluhur tidak pernah meminta apapun dari kita dan juga meski ritual dan upacara itu bukan keharusan, bukan kewajiban, bukan ancaman dan bukan paksaan, tapi kesadaran masing-masing dalam melakukannya.
Sesuai namanya, "Upacara" yang bermakna cara mengubungkan diri kepada tuhan, jadi ada banyak cara menghubungkan diri kepada tuhan, bisa dengan sesajen, bisa dengan berbuat kebajikan, bisa dengan sembahyang, bisa dengan ritual, bisa dengan mempelajari sastra suci dan bisa dengan yoga maupun meditasi, namun dalam "the new modern hindu concept" ini kita memilih berupacara dengan tanpa sarana, yaitu hanya mempersembahkan perbuatan baik dan niat baik kita kepada tuhan, dewa dan leluhur dengan ketulusan hati masing-masing.
Kemudian dalam "The New Modern Hindu Concept" tidak membutuhkan tempat ibadah, karena essensi tempat ibadah adalah sebagai tempat berkumpul dan bersatu, jadi karena sifat tuhan yang ada dimana-mana dan tak terpengaruh apapun, jadi dimanapun kita bisa selalu ingat beliau dan memuja beliau tak terbatas ruang dan waktu.
Selain itu dalam hindu juga tidak ada keharusan untuk sembahyang, beritual, dan tidak ada keharusan menjadi baik, dan juga tidak ada ancaman sama sekali dalam hal itu karena, karena semua dan hidup ini adalah pilihan masing-masing dalam menentukan hidupnya dan semua ada konsekuensinya dan karmanya, intinya kita sudah diberi 2 pilihan, yaitu: Baik dan Buruk, Dharma dan Adharma, sekarang tinggal kita yang memilih ingin memilih jalan yang mana, semua ada konsekuensinya yang ditanggung masing-masing. jadi, anda ingin menjadi orang baik atau orang yang buruk itu semua terserah anda, tuhan tidak ikut campur dalam pilihan anda, yang jelas ingin menjadi baik atau buruk, adalah pilihan masing-masing, semua ada konsekuensinya, baik atau buruk pilihan anda, konsekuensinya ditanggung sendiri.
Lalu bagaimana agar kita terhindar dari bencana?
Pada dasarnya garis kehidupan, lahir-hidup-sakit-mati-bencana dan masalah adalah hal yang bisa dialami setiap orang, baik oleh orang yang rajin sembahyang, rajin ritual sekalipun. "karena semua itu termasuk dalam garis karma masing-masing, namun jika kita selalu merasa khawatir akan hal yang seperti itu, maka jalan keluarnya bisa dengan berdoa kepada tuhan dengan ketulusan hati, "Ya Tuhan/ Sang Hyang Widhi, Semoga hamba terhindar dari segala hal yang tidak baik" atau "Ya Tuhan, Semoga Semua Baik-Baik Saja".
Dalam hal ini bagaimana ritual penyucian diri tersebut?
Adalah dengan selalu ingat ajaran kesusilaan dan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam hal ini, untuk yang berdosa, bagaimana cara penebusan dosa itu? sama seperti orang berbuat kesalahan pada umumnya, yaitu dengan mengakui dosa-dosa yang telah diperbuat, kemudian mohon ampunan dengan tulus kepada tuhan, dewa, leluhur dan semuanya serta bertekad untuk tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan tsb.Dalam hal ini, untuk yang berdosa, bagaimana cara penebusan dosa itu? sama seperti orang berbuat kesalahan pada umumnya, yaitu dengan mengakui dosa-dosa yang telah diperbuat, kemudian mohon ampunan dengan tulus kepada tuhan, dewa, leluhur dan semuanya serta bertekad untuk tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan tsb.Dalam hal ini, untuk yang berdosa, bagaimana cara penebusan dosa itu? sama seperti orang berbuat kesalahan pada umumnya, yaitu dengan mengakui dosa-dosa yang telah diperbuat, kemudian mohon ampunan dengan tulus kepada tuhan, dewa, leluhur dan semuanya serta bertekad untuk tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan tsb.
Dalam hal ini, untuk yang berdosa, bagaimana cara penebusan dosa itu? sama seperti orang berbuat kesalahan pada umumnya, yaitu dengan mengakui dosa-dosa yang telah diperbuat, kemudian mohon ampunan dengan tulus kepada tuhan, dewa, leluhur dan semuanya serta bertekad untuk tidak lagi mengulangi kesalahan-kesalahan tsb.
Tujuan "The New Hindu Modern" adalah beragama hindu yang sangat simple namun tetap mengacu kepada 3 kerangka dasar agama hindu, yaitu: Tattwa, Susila dan Upacara/Ritual. namun sedikit perubahan di Ritual yaitu Sesajen diganti dengan Latihan berbuat kebaikan kepada semua dengan ketulusan hati yang ikhlas, dimana sesajen itu hanyalah sebagai simbolis saja, namun yang paling penting adalah prakteknya, jadi dalam "The New Modern Hindu Concept" makna dari simbol-simbol itu yang kita ambil filosofinya kemudian dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai pedoman hidup, kemudian juga didasarkan pada logika empiris dan analisis dalam memandang segala peristiwa, kemudian dalam praktekknya sangat mudah dipraktekkan oleh siapapun dan dimanapun berada, apapun latar belakang mereka, baik yang beragama hindu maupun non-hindu. jadi dalam praktekknya
1. tanpa sesajen, karena digantikan dengan persembahan kepada hyang maha kuasa dengan ritual berbuat kebajikan kepada semua makhluk, melalukan kebaikan ini juga bisa dengan banyak cara yang penting tulus.
2. tanpa tempat ibadah, jadi bisa sembahyang dan beribadah dimana saja, karena tuhan ada dimanapun tak terbatas ruang dan waktu.
3. menggunakan logika empiris dalam memandang sesuatu.
4. Tidak menggunakan objek pemujaan baik arca, maupun gambar maupun patung, melainkan merujuk kepada sifat tuhan yang tanpa wujud (Niraguna Brahman), dan sebagai simbolisnya adalah dengan selalu mengingat tuhan dalam simbol berupa sinar suci dan aksara suci "Omkara"
5. Mengajarkan pemujaan kepada leluhur dan tuhan tanpa sesajen dan tanpa sarana dan meskipun tanpa altar, melainkan dengan selalu ingat dan menghormati leluhur dan tuhan sehari-hari dalam hati dalam setiap keadaan, dimanapun berada.
6. Prakteknya lebih kepada meditasi, bejapa (Chanting), mempelajari sastra-sastra suci kemudian saling sharing, diskusi dan melakukan dharmawacana(pembabaran dharma universal untuk umum) serta mengamalkan pengetahuan veda kepada semua, kemudian prakteknya adalah lebih kepada latihan diri dan latihan kesadaran diri untuk selalu berbuat baik setiap hari dan menjadi baik, kemudian juga dengan prayanama,
7. Pada praktekknya adalah dengan duduk bersama mendengarkan wejangan dharma dari sang guru, dan duduk bersama saling sharing untuk membahas berbagai fenomena kehidupan secara bersama-sama berlandaskan ajaran dharma dan logika empiris dan analisis logis.
8. Semua cara ini bisa dipraktekkan oleh siapa saja, dimana saja, kapan saja, apapun latar belakang mereka bahkan oleh non-hindu sekalipun, oleh semua kalangan, semua usia, semuanya boleh menggunakan semua metode ini, tanpa syarat-syarat khusus, karena sifatnya flexible dan universal.
9. Mengajarkan untuk menghargai dan mencintai budaya sendiri, karena kebudayaan adalah identitas masing-masing, jadi cintailai kebudayaan anda sendiri, lestarikan karena itu adalah identitas anda, jati diri anda, darimana anda berasal.
10. Mengajarkan untuk hidup saling bertoleransi dan menghargai semua perbedaan dan merangkul semua perbedaan.
Minggu, 06 November 2016
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar